Sampai saat ini, respon masyarakat terhadap pelecehan seksual yg diterima oleh beberapa perempuan kebanyakan memojokkan perempuan itu sendiri. Mereka sesama perempuan yang hilang empati. Saat harassment victim berani speak up, penggiringan opini pun dilakukan. Ada yg berkata,
"makanya tutup aurat."
"wajarlah orang bule lebay bgt dilecehin gitu doang."
"Becanda doang elaah namanya juga cowo"
Where is your brain dude?
Kami perempuan punya martabat dan harga diri. Semua pihak harus menghargai hal tsb. Jangan seenaknya melakukan pelecehan langsung maupun tidak langsung dengan alasan bercanda dan iseng. Hei, kami perempuan adalah manusia, bukan objek candaan seksual.
.
Rape culture, kondisi lingkungan di mana kekerasan seksual dianggap normal dan dianggap dapat dimaklumi. Rape culture diperkuat dengan penggunaan bahasa merendahkan, mengganggap perempuan dan tubuhnya sebagai objek belaka, dan justru meninggikan posisi pelaku kekerasan.
Mungkin kalian para laki-laki tidak merasakan bagaimana rasanya rentan dan tidak nyaman terus menerus. Laki-laki keluar tengah malam, naik angkot berdesakan adalah hal biasa. Namun perempuan sebaliknya, rasa tidak nyaman dan was-was terus bermunculan. Mereka takut untuk sekedar keluar malam menyapa bulan, uring-uringan memikirkan baju apa yg akan dia pakai agar tidak terjadi cat calling, bagaimana mereka selalu waspada di busway, angkot dan terminal.
Mereka selalu memikirkan, bagaimana jika ada preman lewat?
Bagaimana jika jalanan sana sepi?
Bagaimana aku pulang nanti?
Kebebasan perempuan sekali lagi masih terbatas.
.
Dan salah satu ciri rape culture yang paling dominan, selalu fokus pada "mengajari perempuan bagaimana seharusnya bersikap, berpakaian, berprilaku agar tidak menjadi korban pelecehan". Alih-alih justru mengabaikan yang lebih penting "AJARI LAKI-LAKI BIAR TIDAK MELECEHKAN"
Sayangnya, banyak perempuan yang saling menjatuhkan perempuan lain. Alasannya sederhana, perempuan bisa lebih jahat dengan sesamanya. Namun dapat luluh dengan kata-kata pria. Sehingga pria merasa bebas, merasa hebat jika berhasil menaklukan perempuan, namun perempuan yg menolaknya diberi stigma sok cuek, dingin, sombong, sok cakep oleh perempuan lain. Thats why, I ask you where is your brain?
.
Dengan doktrin dan pemahaman bahwa pelecehan seksual adalah hal yg wajar karena bagaimanapun boys will be boys, maklum cowok, makanya tutup aurat, pakaian dibenerin. Thats big wrong!
betapa banyak cewek yang mengalami hal sama tapi hanya diam dan takut karena stigma masyarakat. Di saat dunia bersatu melawan pelecehan seksual eh mereka malah nganggap pelecehan itu wajar. Oh negeriku...
Jika kamu peduli dengan korban, tolong dengrakan! dengarkan! dengarkan! Pahami pesan yang disampaikan, sikapi dengan sabar, empati, dan tulus. Berpihaklah pada korban pelecehan seksual. Ciptakan rasa aman dan nyaman agar ia tak merasa sendiri hingga rendah diri. Dukung korban untuk speak up, melaporkan dan mendapatkan layanan pendampingan. Karena sejatinya, harassment victim bisa berakhir pada depressed jika tidak didukung dengan baik.
Rabu, 06 Juni 2018
Saat Pelecehan Menjadi Kewajaran
Selasa, 08 Mei 2018
Jadi Perempuan Seperti Apakah Anda?
(Aku harap kalian ga males baca)
Aku miris sekali, melihat fenomena pelakor yang hanya mempersekusi wanita sebagai korban, sedangkan pria yang sama-sama melakukan kesalahan terbebas dari hukuman sosial. Apakah perempuan adalah objek pelampiasan kesalahan?
Ini hanya curhatan sebagai perempuan tentang standart2 tertentu yang dibebankan kepada kaum wanita malah ada yg mengarah pada misoginis.
misalnya, "Hei kamu cewek pake celana gombreng mulu ntar cowok pada menjauh."
so? apa aku harus pakai koteka gitu?
"Dada datar gitu unfaedah banget. cowo mana mau"
sama dada sapi aja yelaw.
"Kamu cantik deh. pantes jadi wakil ketua kelas"
cewe cantique kek gue emang gabisa jadi ketua kelas ya?
“Aku enggak bisa menahan diriku karena kamu cantik banget.”
Jangan lemparkan kesalahanmu padaku karena kamu enggak bisa mengontrol dirimu sendiri.
"ngapain sekolah tinggi2 ntar cowo pada ga mau, jadi perawan tua."
Gw sukses bukan buat cowo. Gw sukses buat diriku sendiri.
.
Dan masih banyak lagi mereka mendoktrin cewe harus ini itu sesuai dengan standart mereka.
.
So? cewek bukan barang yg bisa diatur warna, bahan, dan bentuk seenaknya. Parahnya, sebagian besar yang mengatakan itu adalah perempuan sendiri yg menjatuhkan perempuan lain. why? Kita generasi kartini, tp jiwa kartini seakan enggan hinggap di hati para perempuan indonesia. Mereka sibuk ghibah, saat kita berusaha untuk memperjuangkan hidup.
what about man?
Aku, kamu, kalian, Kita sama2 manusia yang punya 1 pencipta, bukan ayah ibumu, namun Tuhan sang pencipta. Look at them, they are us! What differences do you see? Jadilah dirimu sendiri, ikuti kata hatimu. Jangan hanya perkataan seseorang membuatmu berubah pola pikir ke arah negatif hingga mengubah penampilan demi mereka.
.
Jadi perempuan harus kritis, ada saatnya kamu harus realistis, ada saatnya kamu harus idealistis. jangan layu hanya karena gombalan pria.
Teringat ucapan Dilan, "Jangan rindu, berat, biar aku saja." hidupku juga berat kok, kenapa ga hidup aku aja yang kamu tanggung?
Digombolin mulu sih, disuruh nunggu mulu, tapi endingnya cuma dijadikan masa lalu, gak diajak ketemu pak penghulu. Makan tuh gombal gundul.
Selasa, 06 Maret 2018
Pelakor? Standar Ganda Atau Propaganda?
PELAKOR.
Entahlah saya merasa sebutan ini punya standar ganda. Istilah “dari perempuan untuk perempuan tersebut” diciptakan untuk menyudutkan perempuan. Seolah-olah pihak pria gak punya peran apa-apa.
Apakah ini Propaganda pelakor?
Dimana saat satu orang menciptakan suatu propaganda tentang ini, masyarakat luas pun termakan oleh stigma-stigma negatif yang melekat pada perempuan, apalagi dengan adanya sebutan pelakor ini.
Baru2 ini heboh video tentang pelakor yang dilempari uang karena si istri merasa teman baiknya merebut suami sahnya demi ekonomi. Perempuan pelaku perselingkuhan diumpat, dikatakan tak bermoral, dikatakan hina dan zina, sedangkan si istri sah dikatakan tak bisa menjaga suami dan tak mahir berdandan.
Puas? Tentu saja belum. Agar semakin drama, disebarlah screenshot chat antara keduanya. Sangat jarang dijumpai komentar yang menyudutkan laki-laki yang berselingkuh. Wah enak ya jadi laki-laki jika kasus perselingkuhan muncul. Jika dulu kasus perselingkuhan dianggap aib keluarga yang harus disembunyikan rapat2, lain halnya sekarang yang dengan gampangnya membeberkan di media sosial. Yang penting amarah tersalurkan, malu urusan belakangan. Alasan memberi efek jera dan sanksi sosial juga percuma jika hanya wanita yang menanggung semuanya. Sedangkan si pria, tanpa suara sekuat tenaga ditutup serapat mungkin.
Bagaimana peran media? Bukannya ikut tren, media malah menempatkan perempuan sebagai pihak yang bersalah sehingga layak dipersekusi dengan sebutan pelakor. Sebutan pelakor sudah lebih cukup menunjukkan kasus misoginis diantara kaum wanita. Saya menulis ini bukan berarti mendukung perselingkuhan, jika selingkuh itu salah, maka keduanya sama bersalah. Kenapa hanya mempermalukan pihak wanita? Bukankah perselingkuhan ada karena kedua belah pihak yang berperan aktif membangun hubungan yang mengatasnamakan cinta? So?
Oke, saya tau. Wanita adalah makhluk Tuhan yang paling sensitif, mengutamakan hati diatas segalanya. Dengan kesensitifan wanita, si istri terbawa emosi sampai menganiaya secara mental si pelakor. Namun, tanpa sadar tindakan itu bukan simpati, malah menghasilkan antipati. Saya juga wanita, memang saya belum pernah menikah dan saya bisa berbicara seperti ini, why? Nggak semua orang menikah sebagai tujuan hidup.
Rasa-rasanya perjuangan mendiang RA Kartini terasa sia-sia saat wanita indonesia yang beliau dulu perjuangkan malah saling serang, bukannya menguatkan satu sama lain. Ya, mereka ada disekitar kita.