Rabu, 08 Juni 2016

Pengalaman First Job interview.

Bekerja adalah pilihan orang-orang setelah lulus dari pendidikan terakhirnya. Prosesnya tentu saja pertama, kamu harus melamar pekerjaan dengan surat lamaran kerja dan berkas-berkasnya untuk diserahkan ke perusahaan yang kamu tuju. Beda lagi jikalau perusahaan itu adalah bisnis keluarga, gak usah repot-repot buat surat lamaran kerja. Hehehe ... Dengan adanya surat lamaran kerja yang harus kamu buat sendiri, HRD personalia dapat mengetahui info dan keahlian kamu sebelum interview. Untuk selanjutnya, sesudah kamu melamar, kamu harus menunggu untuk mendapat panggilan interview kerja. Disinilah keahlian menunggu kamu diuji. Jangan menunggu gebetan yang gak peka melulu. Hehehe :D

Ada cerita nih dari saya sesudah melamar kerja dan mendapat panggilan interview dari PT. XX disalah satu kota Kediri. For your information, saya lulusan SMK jurusan Tata Boga yang gak pinter-pinter banget masak. Jadi buang anggapan bahwa anak boga selalu pinter masak, anak busana pinter menjahit, anak IPA pinter berotak, anak IPS pinter menghafal.
Saya memilih bekerja setelah lulus dari SMA/K disalah satu perusahaan waralaba. Dari waktu saya memberikan berkas surat lamaran hingga dipanggil, saya harus menunggu selama 17 hari baru mendapatkan panggilan. Lama? gak termasuk lama juga sih. Bahkan ada perusahaan besar yang hingga berbulan-bulan baru dipanggil. Interview dilaksanakan pukul 9.30 pagi. Sedangkan saya sebelum berangkat, ada temen yang nyebelin bin ngangenin datang kerumah saya jam 9.05. Demi minta asupan anime yang saya punya. Demi Akashi jadian sama Kuroko! Tertundalah saya karena godaan anime yang mengalahkan godaan es batu ditengah panasnya hari puasa! jadilah saya menggosip anime ala ibu-ibu komplek perumahan yang sedang kumpul di tukang sayur keliling. Hingga jam 09.20 saya baru bisa mengusir secara halus teman saya pulang keasalnya. Lalu saya berangkat dengan wajah lupa di-make-up. Bedak pun enggak. Samasekali! jadi bisa bayangkan? wajah saya seperti baru bangun dari tidur cantiknya. Kata orang jawa "kumus-kumus".

Kesialan saya belum selesai sampai disitu. Karena saya menyerahkan surat lamaran kerja dicabang, jadi saya harus menuju pusat untuk wawancara. Karena saya anak-rumahan-disayang-mimi, saya jarang keluar dan mengetahui jalan-jalan di Kota Kediri. Saya nyasar. Yup! sial kan? sendiri naik motor dan nyasar entah kemana. Saya sempet bolak-balik karena saya kira PT pusat berada di Jl. Kawi. Saya muter-muter ke jalan itu. Sampai-sampai melewati 3x perempatan bolak-balik dan jam yang sudah menuju angka 10. Hingga saya yang pemalu-dan-maluin-tapi-butuh tanya ke abang-abang kuliahan yang lagi ngantri nasi bungkus. FYI, abang tukang becak ketuaan. Jadi sesekali gitu dong, modus sedikit tapi dapat banyak hihihi. Hush! kebetulan aja sih, karena tempatnya dekat dengan kuliahan dia. Kenapa tau dia kuliah disana? jas almamaternya bro. Setelah tanya dan diberi tahu, ternyata saya kebablasan hingga melewati 4 perempatan.

Sekitar 1 km dari titik pusat terlewati dan bensin menyusut begitu saja. Tanpa sadar tadi saya hampir mencapai lokasi tapi balik lagi karena saya kira tempatnya bukan dijalan ini. Bodohnya saya... tanpa jadi modus ke abang kuliahan berjas almamater saya langsung tancap gas menuju lokasi interview yang udah telat 40 menitan. Optimis itu utama, dimarahi HRD urusan belakangan, yang penting jangan mudah berputus asa. Setelah kelokasi saya kira interview udah bubaran, tapi setelah lihat ada beberapa motor parkir diluaran, saya ikut juga parkir. Wajah "kumus-kumus" dan linglung bingung mau tanya kesiapa terpampang secara nyata. Untung didepan ada orang yang lagi duduk, saya spontan tanya "Wawancaranya apa sudah selesai ya mbak?" Setelah saya tanya hal itu, saya baru nyadar jika mbaknya juga niat interview juga dilihat dari pakaian dan ekspresi muka yang tegang dan kaget seperti baru ketemu Avril Lavigne duet sama Opick. Dia dengan senyum ramah tapi dipaksa menjawab, "belum mba. Saya juga lagi interview tapi disuruh nunggu diluar dulu." Waha! Syukurlah saya nggak telat. Karena masih ada satu orang yang baru sampai juga setelah saya. Setelah masuk satu-satu, saya dipanggil menuju dalam. FYI, perusahaan ini bergerak dibidang beverage/minuman. Jadi jangan harap ada orang kantoran bening muda lewat didepan saya. Maaf, pikiran penulis sedang trouble setelah tersesat otak juga ikut tersesat/?

Pertama, ditanyalah nama saya lalu si HRD ini ngambil surat lamaran saya.

HRD: Selamat pagi mba Arum.

Saya: Selamat pagi juga pak. (Gak ada perasaan dag dig dug tokidoki sama sekali. Tegang? Jangan harap ada dikamus saya. Karena saya berjiwa super santai dan bebas berwajah lempeng.)

HRD: Silahkan perkenalkan diri anda, potensi apa saja yang anda miliki. Silahkan diceritakan semuanya. (Saya yakin semua perusahaan kecil-besar yang pertamakali ditanyakan adalah ini. Tips dari saya, kamu harus menceritakan profil lengkap kamu, pengalaman kamu, potensi dan keahlian tambahan yang kamu punya.)

Saya: Nama saya Arum Purwanti. Saya berumur 18 tahun, tanggal lahir saya 27 januari 98. Saya berasal dari SMK X jurusan tata boga. Pengalaman saya direstoran xxx Kediri pada waktu Praktek Kerja Industri. Keahlian tambahan saya yaitu membuat beberapa tulisan, saya juga mempunyai blog dan dapat mengoperasikannya. (Bodohnya saya hanya menceritakan seperempat dari apa yang sudah saya siapkan di otak. Padahal gugup pun gak samasekali.)

HRD: oh bisa ngeblog ya? apa aja isi blog kamu?
Saya: Cuma tulisan yang saya tulis sehari-hari dan cerpen pak. Karena baru-baru ini juga saya buat blog untuk iseng-isengan.
HRD: Suka nulis ya? masak? suka juga gak? jarang saya nemu anak tata boga yang punya blog.

Saya: iya pak. Namanya juga hobi dari kecil. Blog cuma buat perantara aja pak. Masak saya suka pak. Tapi nggak ada yang bisa ngalahin saya suka nulis.

HRD: Jadi, motivasi kamu kerja apa?

Saya: Ya biar bisa dapet uang pak. (Anjrit! Saya nyesel ngucapin ini! Dengan polosnya ngomongin masalah duit pas ditanya motivasi kerja.)

HRD: ooh. Udah? Itu aja? Adalagi? (Saya bisa baca ini HRD nahan tawa dan pandangan nggak enak. Pasti!)

Saya: Nambah pengalaman juga pak. (Tambahin! Jangan terlalu polos wahai penulis!!)

HRD: Teman? enggak butuh?

Saya: ya itu juga termasuk.

HRD: Ilmu juga ya. Pengalaman sama ilmu itu beda loh.

Saya: Oh beda ya pak? baru tau. Bedanya dimana pak?

HRD: Ilmu itu pengetahuan yang harus dipelajari, dihafalkan biar masuk keotak. Kalau pengalaman itu guru yang gak sengaja kita temui tanpa dihafal masuk dan membekas diotak. Itu bedanya.

Saya: Oh begitu. (Lalu situasi hening sejenak sampe beberapa detik. Gak ada topik, gak ada perbincangan. Dingin bro.)

HRD: Oh iya. Bisa naik motor kan?

Saya: Bisa pak.

HRD: Punya motor ya? naik sendiri kan?

Saya: Iya pak. Tapi jarang pak. Pas sekolah juga diantar jemput. Karena motor buat giliran. (Betapa bodohnya saya ngucapin ini dengan polos. FYI, kalau kamu ditanya seperti ini saran saya jangan jawab diantar-jemput. Karena beberapa perusahaan berpikir dua kali untuk menerima calon karyawan yang diantar-jemput bahkan gak punya/gak bisa bawa kendaraan.)

HRD: naik motor sendiri pas kerja sanggup ya?

Saya: Sanggup pak. Insyaallah.

HRD: Ada niatan kuliah?

Saya: Ada pak tapi gak tahun ini. (FYI, jika kamu gak mau kuliah, pas interview kerja jawab saja tidak. Tapi kalau ada jawab ada, tapi tidak tahun ini. Jika kamu ingin kuliah ditahun yang sama, bicarakan baik-baik sama HRD. Kamu harus punya komitmen yang kuat antara kerja dan kuliah. Perusahaan akan mikir berkali-kali untuk nerima kamu jika kamu terlihat bingung berkomitmen.)

HRD: oh gitu. Untuk info, disini keluar-masuk karyawan itu biasa. Ada yang dikeluarkan karena umur sudah gak termasuk kriteria lagi, ada yang keluar karena kuliah, dan lainnya. Karena yang kita butuhkan yang berusia muda. Siap gak  siap harus siap ya.

Saya: Iya pak. Insyaalah siap.

HRD: Mungkin ada yang ditanyakan mbak Arum?

Saya: Mungkin tentang mulai kerja kapan?

HRD: Ini masih perkenalan mba. Jadi belum mulai kerja. Nanti akan dites praktek selama 7 hari. Untuk saat ini perkenalan saja dulu nanti tunggu sekitar 3 hari bila ada panggilan kita lanjutkan sesi interview bagian 2. Jika seminggu kerja praktek memuaskan, baru kami rekrut.

Saya: oh gitu pak. Iya pak siap. (Dalam hati "Sial! di php kerjaan lagi!")
HRD: ada yang ditanyakan lagi?

Saya: enggak pak. Cukup.

HRD: Cukup sampai disini. Terimakasih mba. Hati-hati dijalan.

Saya: Iya pak sama-sama.

Polos yang keterlaluan, jiwa santai dan bebas yang hardcore gak boleh dibawa pada waktu interview kerja, daftar sekolah, atau kuliah ya guys. Ingat? Perusahaan itu milik orang lain yang akan menghidupi kalian. Jadi, kalian harus mau ikut peraturan perusahaan. Dari dialog diatas, banyak juga calon karyawan yang merasa dirinya diberi harapan gantung oleh perusahaan. Padahal perusahaan hanya melakukan seleksi yang terbaik demi majunya perusahaan mereka. Harus dirundingkan berkali-kali oleh atasan. Jangan sampai salah mengambil karyawan yang ujungnya super badung dan melakukan tindakan yang bisa merugikan perusahaan. Yang rugi banyak bukan kalian, iyasih rugi pada pemotongan gaji misalnya syukurin aja jika di PHK.

Jadi, berhenti beranggapan bahwa HRD personalia yang sedang menginterview karyawan adalah pekerjaan yang membuat orang merasa digantung. Sebenarnya tidak begitu jika kalian melihat dari sudut pandang yang lain.

Sukses tak akan berhasil tanpa semangat dan kerja keras. Sukses gak harus berpendidikan tinggi, berpendidikan tinggi belum tentu sukses. Sukses bukan mempunyai banyak uang, tapi seberapa banyak impian yang berhasil kalian raih.

Jadi, sudah menentukan pilihanmu? sukses setelah  kuliah atau sukses setelah lulus sekolah? jangan lupa ya, interview yang cerdas!

Kamis, 12 Mei 2016

Cerita Pendek (Rumah Kardus di Tanah Emas)

    Aku, si pemuda Ramos berdiri sendiri, tiada berpangku laksana aksara jawa. Sekiranya aku menerima segenggam ijin mengkokohkan bangunan kecil bekas jepang dulu di dekat surau abah Salim. Beliau adalah guru desa, usianya sudah beruban tetapi jika engkau tahu, semangatnya kekar bak baja. Abah Salim bila tergelak tawa sangat menggelikan hati, acapkali anak desa rutin menjenguk abah Salim. Beliau orang jawa asli, mayoritas desa kelahiranku memiliki ras berkulit gelap, berambut ikal, dan berhidung besar. Kata turis kami eksotis, aku belum pernah bertanya pada abah Salim apa makna eksotis.
    Aku sebatang kara, mencari reruntuhan ranting kering untuk ditukar dengan sagu di pasar. Di papua, tempat si Aku dilahirkan kerap dijadikan panutan dunia. Mengembaralah akalku memikirkan si perkataan abah Salim. Aku tak penuhlah mengerti maksud abah Salim petang lalu, yang kutahu hanya merajut hari dengan segenggam sagu. “Ramos, acapkali kau keluar-masuk rumah? Apa gerangan yang terjadi?“ Markus kawanku itu bak terpaku melirikku, sedari tadi aku hilir mudik dari hutan belakang gubuk ke rumah. “Kau kemari sedari kapan? Sekiranya bantu aku memindah kayu ke rumah.“ Kupinta Markus membantuku, tetapi hanya kulihat Markus memilah buah di keranjang rotan. “Aku kesini untuk antarkan sekeranjang buah dari abah Salim. Kata beliau, ini hasil kebun yang merakyat. Oleh sebab itulah abah membagikan hasil kebun ke para tetangga secara cuma-cuma.“
   “Tak pernahlah abah Salim hidup susah layaknya kita. Tak pernah makan sagu-pun, nasi jadilah kenyang. Ikan, daging, sayur selalu ada. Bagaimanalah nasib kita, Kus? makan sagu bekas kemarin asal tak basi itupun sudah bahagia.“ ucapku pada Markus sembari menggotong sekarung kayu bakar di punggungku.     
    Sering kudengar dari TV abah Salim perkara gunung emas tidak jauh jalannya dari desa. Kata media gunung emas bukan mengandung emas saja, sangatlah besar tak terkira gunung itu. Membusung menantang langit, tak sebesar puncak salju Jaya Wijaya memang tetapi pastilah sangat indah gunung emas di seberang desa. “Markus, apa kau tahu gunung emas seberang desa?“ belumlah si Markus menyahut kataku tadi kulanjutkan tanya yang ingin kukeluarkan. Kulihat Markus tergupuh memilah buah di keranjang, tak jarang ia memakan pisang ambon. “Kau belum tau? aku pernah kesana menemani abah Salim, kata abah ingin mengambil pensiunan. Nama tempat abah Salim kerja dulu ya gunung emas itu. Tetapi sebutan terkenal yang sampai negeri paman SAM itu sekarang tinggal poto sajalah, Ramos. Gunung itu jadi cekung setiap jam dikeruk. Bukan emas saja yang tinggal disana, ada pula tambang murni lain.“ Oh pantaslah abah Salim mudah sekali punya uang. Aku terbuai penasaran oleh pekerjaan abah Salim kenyataannya. Beliau pun makan, minum, senangpun dari gunung emas pula.
   “Cekung macam kawah? Bukankah gunung sangat menjulang dan berisi? Apalah jadi jika dikeruk setiap jam? Bukankah negara kita akan kaya, Kus?“
   “Yang mengeruk penjajah masa modern, dia yang genggam hasil keruk emas itu, negara kitapun hanya dibagi secuil, kecil layaknya sebutir garam. Lihat orang kulit putih di seberang desa, pakaian mereka setiap hari elok sekali, wajah mereka bening pula, sepatu mereka layaknya baru dibeli setiap hari. Pikirlah dari emas siapa mereka merawat diri? Aku tak pandai merangkai hidup elok seperti mereka. tak mesti yang hidup bersama uang emas, cukuplah bahagia hidup di tanah emas tapi tak pernah mencopet harta negeri orang.“ kurenungi ucapan kawanku, dia memang lebih pandai dari aku.
    Markus pernah hidup di ibukota selama setahun, itupun sudah mual-mual kapok naik pesawat katanya. Aku masih terpaku pada gunung emas yang jadi kawah. Semestinya aku bangga, hidup berpijak emas, tidur beralas emas. Kini gunung emas bekas cerita empat puluh tahun dulu, menyesalku tak dapat lahir pada waktu itu.
   “Kau tau banyak sekali. Aku paling tak sepintar kau, hanya tau baru saja darimu.“
   “Itu karena di Jakarta dulu aku sempat tinggal bersama mahasiswa fakultas hukum. Mereka kerap bercerita Freeport, gunung emas itu. Penjajah modern sudah melanggar undang-undang negeri kita, Mos.“ kata Markus sembari menggotong keranjang ke dalam rumahku. Aku mengikuti dari belakang.
   “Oh ya, kau tau ucapan Presiden pertama kita Ir. Soekarno dulu sebelum kita lahir?“ Markus bertanya padaku,
   “Tidak, seperti apa ucapan itu?“ aku duduk di tikar kecil pemberian abah Salim. Tidak rusak, tidak kotor pula, memang abah sengaja beli tikar untuk aku.
    “Ucapan Ir. Soekarno tidak dapat dipegang hingga sekarang, kurang lebih beginilah 'Biarkanlah gunung emas kita tetap kokoh berdiri. Tunggulah pemuda generasi bangsa dapat mengolah sendiri.' bung Karno pun pernah digoda oleh rayuan bangsa asing pula untuk mengeksplorasi gunung emas milik kita, tapi beliau teguh pendirian untuk menolak.“
   “Menurutku, bangsa kita ini butuh satu lagi pemimpin yang berjiwa seperti Bung Karno, Mos. Aku mual melihat permainan politik jaman modern. Tak ada habisnya jika dibahas.“ lanjut Markus. Dari jauh abah Salim berjalan menuju kemari. Beliau menenteng sekantong plastik besar entah apa itu, beliau meneriaki kami berdua.
   “Heeiii... ada daging ayam segar! Ramos! Markus! marilah kesini, ayo kita bakar ayam ini, kita santap bersama.“

Please Come The Tender Rain

Duka yang terlahir hari ini membubung tinggi terbang ke angkasa.
Angkasa membuka matanya, memanggil angin yang berdesir, berbisik malu.
Membuat hati berdenting tak tahu malu. Aku ingin melindungimu,
Aku ingin meraba takdirmu,
Aku ingin mengisi relung hati dan luapan airmatamu dengan kebahagiaan.

Hujan nun lembut...
Semoga laguku ini bisa meraihmu
Tak peduli seberapa jauh jarak di antara kita.
Kupercaya...
lagu ini akan sampai padamu, menyampaikan sesak yang kusimpan erat.

Aku bernyanyi dalam hujan.
Tetesan hujan yang terus bersinar begitu indahketika segala duka sirna dari muka bumi.
Dunia ini akan mulai berputar

Kumohon datanglah, hujan nun lembut
Meskipun suatu hari pemandangan ini kan layu,
Aku akan terus memenuhi manik matamu itu dengan luapan perasaan.
Kuingin hati kita terjalin, Kuingin menyentuh lukamu,
Di saat pagi, kau membuka mata,
Kuncup bunga di tanah yang basah ini pasti akan mekar berseri.

Hujan nun lembut...
Dengarkanlah dengan saksama Hujan yang melebur ke dalam lembutnya udara.
Perlahan, perlahan jatuh membasahi bumi Selalu, berada di sisimu.

Kubernyanyi di dalam hujan
Aku bernyanyi menitipkan perasaanku ke dalam suara tetesan hujan yang akan bertahan hingga ke mana pun.
Melintasi ruang dan waktu,
Menuju pesona cinta yang menyilaukan dimanapun kau berada.

Datanglah, hujan nun lembut...
Takdir apapun yang menunggu,
Tak akan bisa merebut hati kita yang terjalin.
Duka apapun yang merundung, Tersenyumlah.
Kita akan kembali ke angkasa.

Hujan nun lembut...
Semoga laguku ini bisa meraihmu
Tak peduli seberapa jauh jarak di antara kita
Kupercaya, lagu ini akan sampai padamu.

(Thanks to: anime Soredemo sekai wa utsukushi)

Kisah Surat Yang Tak Pernah Sampai

Aku mengais peluh tinta yang kugoreskan dalam balutan kertas putih. Walau ku tahu tak pernah sampai pada pujangga sang penikmat diam, walau kutahu ia akan terbuang, kumal. Aku tak pernah capai pula saat beribu gaya bahasa kucipta untuknya. Dari deduksiku, maupun melalui sarkasme.

Aku si penikmat dalam diam pernah terjatuh dalam keramaian, aku takut, tergugu, namun kutegakkan kepalaku menantang langit, bangkitnya hingga melawan gravitasi.

Hei kau? jika kutanya bagaimana kabarmu, apa kau akan menjawab? walau raut sendu terbingkai di wajahmu? Bukankah aku yang semestinya capai mengelana masa? Memandangmu dari ujung dunia pun kulakukan, namun kau hanya menikmati pendiam ku.
  
Mencintaimu dalam diam tak serumit yang mereka inginkan, ia berusaha semu, namun hati berontak bila tersipu denganmu. Hingga aku tertinggal dalam dunia yang terdistorsi, terlena dengan simpul dirimu yang terbit dan tenggelam bersama mentari. Kau dan mereka berputar, namun tak bergerak. Aku berarak berusaha mengikutinya. Dari sisi ke sisi, dari ujung ke ujung, dari manapun bila memandangmu adalah damai. Hingga kutulis lembar demi lembar jejakku dalam senandung setiap nafas berhembus, saat bibir tak lagi dapat berpinta.

Aku adalah pecundang dalam diam. Yang hanya menulis surat dari jarak luasnya dunia. Aku adalah si penokohan bodoh. Memimpi harapan yang tak pernah lunas. Kini lembaran yang kutulis tertinggal jauh, terjatuh dalamnya palung samudra. Suratku tak dapat bangkit ataupun terbang. Biarlah suratku yang tertinggal mencari seseorang pengharapan, alasan ia ditulis. Dan biarlah ia terpendam masa, terdistorsi seperti yang kulakukan dulu. Terus memendam dirinya sendiri. Karena jika suratku tak pernah sampai, ia akan kembali pada sang penulisnya. Mengadu betapa lelahnya mereka.